Sore itu, Sabtu (24/08) sekitar 40 mahasiswa Fakultas Hukum UGM dan beberapa perwakilan dari Pokdarwis Pantai Goa Cemara sedang mengikuti kegiatan edukasi konservasi penyu yang diadakan oleh Dema Justicia FH UGM bekerja sama dengan Majestic-55 MAPA FH UGM, nampak bersemangat melepas tukik ke laut di tepi Pantai Goa Cemara, Bantul, DIY. Kegiatan yang meraka lakukan merupakan bagian dari kegiatan Penutupan Tur Pengabdian bertajuk “Untuk, Dari, dan Bagi Alam”. Sejumlah 25 ekor tukik berhasil dilepaskan ke laut, diharapkan salah satu dari tukik – tukik akan kembali ke pantai Goa Cemara untuk berlanjut dan memenuhi siklus reproduksi penyu. Sebab hanya 1 dari 1000 ekor tukik yang menetas berhasil kembali ke pantai tempat mereka menetas untuk bertelur sebagai seekor penyu dewasa. Pemandangan pantai sore itu bawah langit yang mendung dan angin kencang dari laut tidak mematahkan semangat para mahasiswa sore itu, namun pemandangan sampah plastik yang menghiasi sepanjang daratan pantai seakan mematahkan keceriaan sore itu, bahkan beberapa mahasiswa sempat menyingkirkan sampah yang menghalangi tukik yang tak berdaya itu menuju laut lepas, seakan menunjukan pentingnya peran mereka dalam kelestarian penyu.
Banyaknya sampah yang berada di pinggir pantai itu merupakan salah satu contoh dari kondisi pantai yang ada di Indonesia. Isu pencemaran sampah, terutama terkait pencemaran sampah di laut telah menjadi perhatian publik dan Pemerintah Indonesia sejak di publikasikannya hasil penelitian Jambeck, Jena R., et.al, 2015 yang berjudul “Plastic Waste Inputs from Land into the Ocean” ( www.sciencemag.org, Februari 12, 2015) menyatakan potensi sampah plastik yang ada di lautan Indonesia mencapai 187,2 juta ton/tahun. Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa Indonesia menjadi negara kedua terbesar di dunia yang menyumbang sampah ke laut setelah Cina.
Dengan mengambil pengalaman dari kegiatan itu, kita dapat mengambil pelajaran bahwa sampah telah menjadi salah satu musuh penyu bahkan sejak tahap paling awal kehidupan mereka yaitu ketika tukik berjalan menuju laut. Pengalaman dari kegiatan itu mungkin baru salah satu contoh ancaman plastik bagi penyu, karena kantong plastik yang hanyut di laut sering dikira ubur-ubur yang merupakan makanan favorit penyu. Jika termakan plastik yang tidak dapat terurai dapat mengganggu dan menutup saluran pencernaan penyu yang pada akhirnya meracuni penyu itu sendiri. Dan kita semua tentu masih ingat akan viralnya video di sosial media yang menampilkan usaha penyelamat yang berusaha melepaskan sedotan plastik yang menyumbat hidung penyu yang tersiksa.
Kita semua pasti sepakat sampah plastik mengancam kelestarian penyu. Kita tak bisa tinggal diam melihat kondisi tersebut. Banyak hal yang bisa kita melakukan untuk menanggulangi hal tersebut. Karena pada dasarnya sampah plastik yang berada di laut tidak selalu berasal dari laut namun pada dasarnya semua sampah yang di buang ke sungai pasti berakhir di laut. Jadi tidak hanya masyarakat yang berada di pesisir yang mengotori laut, tetapi juga kita semua yang mengakibatkan sampah itu sampai ke sungai secara tidak langsung juga mencemari tempat tinggal penyu.
Masalah-masalah lingkungan yang ada di dunia saat ini bukan hanya plastik. Masih banyak masalah lingkugan lain seperti pembukaan lahan hutan dengan membakar hutan yang akhirnya menimbulkan polusi udara yang sangat berbahaya yang sedang terjadi di Indonesia saat ini, pembukaan lahan pertambangan atau pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan, perburuan dan perdagangan satwa liar yang illegal, dan masih banyak lagi. Banyaknya masalah lingkungan di dunia yang ditimbulkan oleh aspek negatif aktivitas manusia saat ini menimbulkan kesan manusia sama sekali tidak mempedulikan kehidupan alam di masa mendatang.
Namun tidak semua manusia memiliki pandangan seperti itu, ada pula kelompok-kelompok di masyarakat yang mendorong upaya konservasi demi menjaga kehidupan alam yang menjadi rumah bagi kita semua. Pemerintah Indonesia sendiri telah melakukan upaya konservasi seperti mengeluarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan mencanangkan program pembangunan berkelanjutan. Pemerintah Indonesia juga bahu membahu dengan masyarakat dalam upaya melestarikan lingkungan hidup, contohnya dengan menjalankan program penanaman seribu pohon dan bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan organisasi di daerah-daerah untuk melakukan sosialisasi lingkungan hidup.
Majestic-55 sendiri, sebagai Organisasi Pencinta Alam yang merupakan bagian dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada juga berupaya untuk melakukan usaha-usaha konservasi di masyarakat sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dan menunjukkan arti kata ‘pencinta’ dari Pencinta Alam. Dalam melakukan upaya tersebut, Majestic-55 pernah melakukan penelitian terkait pengelolaan sampah di Padukuhan Blimbingsari, Sleman, dengan Perda Sleman No. 4 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga untuk mensosialisasikan peraturan tersebut sekaligus memberikan masukan-masukan terkait pengelolaan sampah di Padukuhan Blimbingsari, mengadakan sosialisasi untuk mengajak mahasiswa untuk bertanggungjawab atas sampah-sampah yang mereka hasilkan sehari-hari dalam rangkaian HUT ke-40 Majestic-55, menyelenggarakan Bamboo Camp di Desa Bulaksalak untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat terkait pengembangan desa menjadi wisata desa, dan masih banyak lagi yang telah dilakukan Majestic-55 untuk lingkungan dan masyarakat di masa lampau.
Untuk saat ini, Majestic-55 sedang melakukan penelitian terkait Fakultas Hukum UGM dalam merespon Instruksi Menristekdikti Nomor 1/M/INS/2019 tentang Larangan Penggunaan Kemasan Air Minum Berbahan Plastik Sekali Pakai dan/atau Kantong Plastik di Lingkungan Kemeristekdikti guna mengetahui kebijakan yang dikeluarkan oleh Fakultas Hukum UGM dalam merespon instruksi tersebut dan mengetahui pendapat-pendapat para dosen terkait kebijakan yang dikeluarkan tersebut.
Beberapa waktu belakangan ini, masalah lingkungan menjadi isu yang sangat sering dibahas karena kondisinya yang sudah mulai memprihatinkan dan beragam pula. Masalah lingkungan tidak hanya seputar sampah, plastic, dan pengolahannya namun jauh lebih daripada itu dampak lain yang dirasakan oleh makhluk selain manusia, yaitu species-sepcies yang ada di lautan. Tidak hanya masalah seputar sampah dan plastic, masalah lingkungan kemudian berkembang menjadi lebih kompleks lagi seperti perubahan iklim yang akhir-akhir ini kita rasakan, masalah kebakaran hutan hebat yang terjadi di berbagai belahan dunia, perburuan dan perdagangan satwa liar secara illegal, dan masalah-masalah lingkungan lainnya yang sangat miris.
Majestic-55 sebagai organisasi pecinta alam sangat memperhatikan masalah-masalah lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh Majestic-55 sebagai kontribusi nyata dalam penanganan isu-isu lingkungan. Misalnya saja penelitian yang dilakukan selama 2 periode kepengurusannya belakangan ini, keduanya sangat berkaitan erat dan membahas mengenai masalah sampah plastic. Tidak hanya itu, Majestic-55 juga ikut membantu Desa Bulaksalak dalam mengembangkan konservasi bamboonya.
Oleh: Ilham Satria Wibawa, Emir Karim Kusadinegoro, Wisanggeni, Evita Maulidya Winalda