Limbah Medis di Tengah Pandemi Covid-19 Indonesia

Oleh Ilham Satria Wibawa (Dipo)

Pendahuluan

Sejak awal tahun 2020, pandemic COVID-19 telah merajalela dari kota Wuhan, China, hingga ke seluruh dunia. Hingga 16 Mei 2020, total kasus positif COVID-19 di dunia telah mencapai 4.425.485 kasus dengan 302.059 kematian di 215 negara. Sementara di Indonesia sendiri, kasus positif telah mencapai 17.025 kasus sedangkan korban meninggal mencapai 1.089 jiwa. Menghadapi pandemi ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya salah satunya dengan himbauan untuk menggunakan masker kepada masyarakat. Mulai dari WHO hingga Pemerintah Daerah kompak dalam menghimbau masyarakat untuk menggunakan masker untuk aktifitas sehari – hari dan APD untuk orang yang berinteraksi dengan orang yang terjangkit COVID-19. Dengan adanya himbauan tersebut tentu akan meningkatkan produksi limbah dari penggunaan APD dan Masker. Hal ini seperti yang diungkapkan Sekretaris Jendral Perkumpulan Ahli Lingkungan (IESA) Dr. Lina Tri Mugi Astuti memperingatkan akan terjadi penambahan limbah infeksius di tengah pandemi COVID-19.

Berdasarkan Permodelan kasus COVID-19 di Indonesia yang dibuat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, sekitar 600.000 orang akan membutuhkan perawatan intensif karena terserang penyakit yang menyerang sistem pernapasan itu  dari angka tersebut dapat diproyeksikan dengan asumsi setiap pasien rata-rata menyumbang 14,3 kg limbah medis perhari dan akan menghasilkan peningkatan limbah medis hingga 8.580 ton per hari. Sementara itu sudah terjadi peningkatan volume limbah medis di RSPI Sulianti Suroso Jakarta, rumah sakit rujukan nasional untuk penanganan COVID-19. Pada januari 2020 rumah sakit tersebut mengolah 2.750 kg limbah medis menggunakan insinerator sedangkan pada Maret 2020, saat rumah sakit tersebut mulai menangani pasien COVID-19, limbah medis yang masuk ke insinerator meningkat tajam menjadi 4.500 kg. Sementara itu berdasarkan data Kementrian Kesehatan, total terdapat 2.820 rumah sakit, 9.825 puskesmas, dan 7.641 klinik di Indonesia. Timbunan sampah medis bisa mencapai 296,86 ton per hari yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan yang tersebar di Indonesia. Sementara kapasitas yang ada hanya 115,68 ton per hari.

Dampak Limbah

Limbah infeksius adalah limbah yang diduga mengandung pathogen (bakteri, virus, parasite atau jamur) biasanya berasal dari limbah layanan kesehatan yang mencakup semua hasil buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium. Selain itu juga mencakup limbah yang berasal dari sumber – sumber kecil yang menyebar misalnya limbah hasil perawatan yang dilakukan di rumah.

            Limbah Layaanan kesehatan beresiko mengakibatkan penyakit atau cedera, sifat bahaya dari limbah tersebut muncul akibat karakteristiknya yaitu, infeksius, genotosik, mengandung zat kimia atau obat – obatan berbahaya atau beracun, radioaktif, dan mengandung benda tajam. Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko. Kelompok utama yang beresiko seperti : dokter, perawat , pasien, penjenguk pasien, pegawai pengelola limbah, termasuk pemulung.

 Selain itu rumah sakit dapat menjadi sumber segala macam penyakit yang ada di masyarakat, bahkan dapat pula sebagai sumber distribusi penyakit karena selalui dihuni, dipergunakan  dan dikunjungi oleh orang-orang yang rentan dan lembah terhadap. Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit yang berisi zat kimiawi tidak akan mampu dinetralisir dengan baik sehingga sangat membahayakan warga sekitar rumah sakit. Kandungan penyakit utamanya meresap melalui tanah dan langsung tertuju ke dalam sumur yang lazim dijadikan sumber komsumsi air.

Karantina mandiri di rumah maupun karantina di Fasilitas Kesehatan darurat  seperti Wisma Atlet yang dilakukan oleh Orang Dalam Pemantauan (ODP) atau orang yang positif terjangkit COVID-19 sudah sering terjadi di masa pandemi ini. Hal ini memberi tantangan baru terhadap penanganan limbah COVID-19. Karena virus Corona  mampu bertahan di permukaan benda padat termasuk plastik dalam waktu beberapa hari, sehingga memungkinkan sampah yang di hasilkan oleh orang yang sedang karantina di rumah maupun di fasilitas kesehatan darurat dapat menjadi sumber penyebaran virus Corona.

Walaupun hingga saat ini menurut WHO belum ada bukti kasus infeksi virus corona melalui interaksi dengan limbah COVID-19, namun terdapat resiko penularan virus dari kotoran orang yang terinfeksi, meskipun rendah. Bukti terkini menunjukan bahwa virus COVID-19 yang infeksius diekresikan melalui tinja, terlepas dari karena diare atau tanda-tanda infeksi usus. Diperkirakan 2-27% orang yang positif COVID-19 juga menderita diare.

Penanganan Limbah

            Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menangani limbah fasilitas layanan kesehatan dan limbah masker  baik dari peraturan maupun penerapan di lapangan. Dari segi peraturan terdapat :

  1. Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
  3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizian Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
  4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56/Menlhk-Setjen/2015 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
  5. Surat MenLHK No. S.167/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 tanggal 22 Maret 2020 tentang Pengelolaan Limbah B3 Medis pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan Darurat COVID-19.
  6. Surat Edaran MenLHK No. Se.2/MENLHK/PSLB3.3/3/2020 tanggal 24 Maret 2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga Dari Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19)
  7. SE Mendagri No. 440/2622/SJ Tentang Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Daerah tanggal 29 Maret 2020.

Serangkaian peraturan diatas telah mengatur secara cukup komprehensif terkait pengelolaan limbah B3 dari layanan kesehatan. Namun terkait dengan pengaturan pengelolaan sampah rumah tangga yang bersifat infeksius kurang diatur dengan jelas dalam peraturan – peraturan tersebut. Kemudian dalam SE MenLHK No. Se.2/MENLHK/PSLB3.3/3/2020 diatur secara praktis penanganan sampah rumah tangga infeksius. Sementara itu diatur juga terkait upaya pemerintah dalam penanganan peningkatan produksi limbah layanan kesehatan pada masa pandemi ini dalam Surat  MenLHK No. S.167/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020.

Hal – hal yang terkandung dalam SE MenLHK No. Se.2/MENLHK/PSLB3.3/3/2020 adalah, terkait dengan limbah infeksius dari FASYANKES terdapat point – point yang sebenar nya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56/Menlhk-Setjen/2015 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, yaitu terkait penyimapanan, pegangkutan, pengolahan, dan pengelolaan residu pembakaran limbahnya. Sementara untuk limbah infeksius dari rumah tangga diatur juga dalam SE tersebut terkait dengan proses pengumpulan, pengemasan, pengangkutan, dan point – point tersebut juga sudah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56/Menlhk-Setjen/2015 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah B3. Hal yang baru dari SE tersebut adalah teradpat pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga yang dicurigai mengandung virus corona, selain itu, terdapat pengaturan terkait perlindungan petugas kebersihan, himbauan untuk menggunakan masker yang dapat di cuci, penangan terhadap masker sekali pakai, dan penyedian tempat sampah khusus masker di ruang publik oleh pemda.

Jika kita memahami peraturan pengelolalan limbah B3 dan SE KLHK tersebut tentu kita akan berpendapat bahwa sebenarnya sudah banyak peraturan yang mengatur hal – hal yang diatur dalam SE tersebut. Sehingga hingga dirasa belum ada peraturan yang menjadi terobosan baru dalam pengelolaan limbah infeksius akibat COVID-19 ini.

Di sisi lain, kita belum berbicara terkait penerapan – penarapan di lapangan terkait peraturan – peraturan tersebut. Salah satu respon nyata pemerintah dalam penanganan limbah, seperti yang dilakukan Pemprov Jabar. Pemprov Jabar dengan pihak ketiga yaitu PT Jasa Medivest meningkatkan kapasitas penanganan limbah B3 infeksius dari 12 ton per hari menjadi 24 ton per hari mulai april 2020. Hal tersebut dilakukan  sebagai upaya mengantisipasi lonjakan limbah medis terkait pandemic COVID-19 di Jabar. Menurut Direktur Jasa Medivest Olivia Allan mengatakan ,peningkatan kapasitas pemusnahan limbah medis menjadi 24 ton per hari ini dengan mengoperasikan dua mesin. Pemusnahan menggunakan insinerator berbasis teknologi “Stepped Heart Controller Air” dengan proses pembakaran bersuhu 1.000 – 1200 derajat celcius, dilengkapi pula alat control polusi udara. Hal tersebebut seperti yang disarankan WHO dalam “Water, sanitation, hygiene, and waste management for the COVID-19 virus: Interim guidance” di situ di utarakan pentingnya meningkatkan kapasitas pengelola limbah layanan kesehatan. Tetapi yang dilakukan Pemprov Jabar belum ditemukan di wilayah lain, mengingat penyebaran virus Corona  sudah hampir mencakup seluruh wilayah Indonesia.

Dalam upaya pemerintah menangani limbah infeksius dari pandemi COVID-19, ditemukan kendala yang dikemukakan dalam  Rapat Koordinasi Regional (RAKOREG) yang di selenggarakan Ditjen PSLB3 KLHK, pada tanggal 14 – 20 Mei 2020, kendala tersebut adalah ketidaktersediaan fasilitas pemusnah limbah medis untuk wilayah terpencil, sehingga DLH diminta dapat mendukung dan membantu FASYANKES dalam melakukan tata cara penguburan sesuai PermenLHK Nomor P.56/Menlhk-Setjen/2015 tentang  Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Dalam rapat tersebut juga, Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3, KLHK, Sinta Saptarina Soemiarno mengungkapkan, respond an upaya solusi pemecahan kesenjangan kapasitas pemusnahan limbah medis lainnya , adalah pembangunan 32 fasilitas Pemusnah Limbah B3 medis di tahun 2020 – 2024 dengan APBN KLHK yang akan diserahkan dan dikelola oleh PEMDA. Untuk saat ini peningkatan kapasitas pengolahan limbah B3 dapat menjadi solusi terbaik untuk mengantisipasi peningkatan jumlah limbah B3 yang tidak dapat terhindarkan.

Kesimpulan

Masa pandemi COVID-19 belum dapat dipastikan akan berakhir dalam waktu dekat, dan selama ini berlangsung tentu akan terus terjadi peningkatan limbah infeksius dari fasilitas pelayanan kesehata, fasilitas kesehatan darurat, dan karantina mandiri. Dengan keadaan fasilitas pengelolaan limbah yang belum memadai dan belum mencakup seluruh wilayah, serta, kurangnya penanganan dan pengawasan terdahap pengelolaan limbah infeksius dari sampah rumah tangga tentu akan menimbulkan ancaman kedaruratan limbah B3 di masa yang akan datang. Maka dari itu perlu pemerintah dirasa perlu itu melakukan riset cara penanganan karena dimungkinkan juga terdapat cara lain yang lebih aman dan efisien dalam pengelolaan limbah seiring dengan berkembangnya teknologi dan keilmuan pengelolaan limbah. Selain itu terkait regulasi pengelolaan limbah B3 harus mampu mencakup perkembangan situasi dalam pengelolaan limbah B3.

Referensi

Buku

Pruss, A.,  et al., 2005,  Pengelolaan Limbah Layanan Kesehatan, Terj. Muanaya Fauziah , et al., Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Jurnal

Subekti, Sri “Pengaruh dan Dampak Limbah Cair Rumah Sakit Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan, Majalah Ilmiah Universitas Pandanaran, Vol.9, No. 19, 2011.

Internet

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, “Situasi Terkini Perkembangan Coronavirus Disease (COVID-19) 16 Mei 2020”, https://covid19.kemkes.go.id/situasi-infeksi-emerging/info-corona-virus/situasi-terkini-perkembangan-coronavirus-disease-covid-19-4-april-2020/, diakses 18 Mei 2020.

Violetta, Prisca, “Ahli lingkungan peringatkan penambahan masif limbah medis COVID-19”,  https://www.antaranews.com/berita/1395558/ahli-lingkungan-peringatkan-penambahan-masif-limbah-medis-covid-19, diakses  18 Mei  2020.

Nugraha, Arie, “Pemprov Jabar Klaim Tangani Limbah Medis COVID-19 dengan Fasilitas Canggih”, https://www.liputan6.com/health/read/4219212/pemprov-jabar-klaim-tangani-limbah-medis-covid-19-dengan-fasilitas-canggih, diakses 19 Mei 2020.

World Health Organization, “Water, sanitation, hygiene, and waste management for the COVID-19 virus: Interim guidance”, https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/331846/WHO-2019-nCoV-IPC_WASH-2020.3-eng.pdf, diakses pada 13 Mei  2020.

Long D. Nghhiem, et al.,  The COVID-19 pandemic: considerations for the waste and wastewater services sector, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7191284/ , diakses 19 Mei 2020.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 69).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun, ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20014 Nomor 333, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5617).

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 598).

Surat Edaran No. SE.2/MLHK/PSLB3/P.LB3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga Dari Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19).

Surat Edaran  No 156/PSLB3/PKPLB3/PLB.2/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah B3 Masa Darurat Penanganan Corona Virus Disease-19.

Surat  MenLHK No. S.167/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 tanggal 22 Maret 2020 tentang Pengelolaan Limbah B3 Medis pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan Darurat COVID-19.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.