Beberapa tahun terakhir ini, Permasalahan sampah di Indonesia sudah menjadi permasalahan yang cukup sukar untuk dipecahkan. hal tersebut disebabkan oleh semakin bertambahnya penduduk di Indonesia yang tidak diikuti dengan sarana pelayanan publik terkait pengelolaan sampah yang kurang baik. Akibatnya, banyak sampah dari masyarakat yang menumpuk di tempat pembuangan akhir bahkan terdapat pula sampah milik masyarakat yang tidak diangkut oleh truk pengangkut sampah dan akhirnya terbengkalai. Juga dalam UU 18 tahun 2008 pasal 12 dijelaskan bahwa setiap orang berkewajiban dalam pengurangan dan pengelolaan sampah berwawasan lingkungan.
Peran dari masyarakat sendiri akan sangat berpengaruh besar apabila di masyarakat dapat tertanam budaya untuk mengurangi dan/atau mengelola sampah yang dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri. Sayangnya, kesadaran masyarakat akan pengurangan dan pengelolaan sampah di Indonesia masih kurang. Yang sebenarnya hal tersebut dapat kita mulai dari kehidupan sehari-hari kita yang seringkali kita anggap ringan namun jika dilakukan dapat membuat dampak baik bagi lingkungan kita di dalam pengurangan dan pengelolaan sampah. Oleh karena itu, permasalahan sampah dapat diselesaikan apabila selain melibatkan peran pemerintah, juga dibarengi dengan melibatkan peran aktif dari masyarakat dalam hal pengelolaan dan pengurangan sampah.
Dilihat dari keterkaitan terbentuknya limbah, terkhusus untuk limbah padat, terdapat 2 pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan limbah tersebut, yaitu Pendekatan Proaktif dan Pendekatan Reaktif.
Pendekatan Proaktif adalah upaya agar dalam proses penggunaan bahan akan dihasilkan limbah yang seminimal mungkin, dengan tingkat bahaya yang serendah mungkin pula. Pendekatan ini bersifat menangani di hulu timbulan sampah. Proses ini sudah dikenalkan ke dunia sejak tahun 1970-an dalam dunia industri dengan sebutan proses bersih atau teknologi bersih, berkonsep dalam pemodifikasian proses dan teknologi yang digunakan agar emisi atau limbah yang dihasilkan dapat diminimalisasi, begitu pula dengan resikonya.
Pendekatan Reaktif adalah penanganan limbah yang dilakukan setelah limbah timbul. Pendekatan Reaktif adalah pendekatan yang menangani di hilir timbulan sampah. Pendekatan ini berkonsep awal pada teknologi untuk mengelola limbah yang sudah timbul, agar emisi dan residu yang dihasilkan aman untuk dilepas kembali ke lingkungan. Konsep ini kemudian diperbaiki dengan adanya kegiatan pemanfaatan kembali residu atau limbah secara langsung (reuse) dan/atau melalui proses terlebih dahulu sebelum dilakukan pemanfaatan kembali (recycle) terhadap limbah. Konsep ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
3R itu sendiri adalah upaya meminimalisasi sampah, usaha pengolahan atau pemusnahan sampah untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan bila residu tersebut dilepas secara langsung ke lingkungan, maka lahirlah istilah Treatment, residu yang dihasilkan atau yang tidak dapat dimanfaatkan kemudian diolah, agar memudahkan penanganan berikut atau agar dapat secara aman dilepas ke lingkungan, sebab kebanyakan pengolahan / pemusnahan sampah bersifat transformasi materi yang dianggap berbahaya. Hal ini kemudian dilengkapi Dispose, yaitu residu / limbah yang tidak dapat diolah perlu dilepaskan ke lingkungan secara aman, melalui rekayasa seperti menyingkirkan pada sebuah lahan-urug (landfill).
Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008, terdapat 2 kelompok utama pengelolaan sampah, yaitu Pengurangan Sampah (waste minimization) yang terdiri dari pembatasan terjadinya sampah (R1), guna-ulang (R2), dan daur-ulang (R-3), dan Penanganan Sampah (waste handling) yang terdiri atas pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. Undang-undang ini menekankan prioritas utama adalah bagaimana agar mengurangi sampah semaksimal mungkin, sehingga Undang-undang ini juga mengenalkan prinsip 3R.
Konsep pembatasan (reduce) jumlah sampah yang akan terbentuk dapat dilakukan antara lain melalui efisiensi penggunaan SDA, merancang produk yang minim sampah dan mudah diguna-ulang dan didaur-ulang. Dalam jangka panjang, reduksi sampah dapat menghasilkan hal positif seperti mengurangi biaya pengelolaan dan investasi, mengurangi potensi pencemaran air dan tanah, memperpanjang usia TPA, dan menghemat pemakaian sumber daya alam. Namun sayang, di Indonesia upaya mereduksi sampah masih belum mendapat perhatian yang baik karena dianggap sebagai suatu hal yang rumit dan tidak menunjukkan hasil dalam waktu singkat (immediate result).
Terkait Guna-ulang dan Daur-ulang sampah, Di Indonesia, konsep tersebut sudah lama dikenal terutama di daerah pertanian, dimana masyarakatnya mengenal daur ulang limbah, khususnya limbah yang bersifat hayati seperti sisa makan dan daun-daunan. Dalam mengelola limbah atau sampah, terdapat penangangan pendahuluan, yang umumnya dilakukan untuk meperoleh hasil daur-ulang yang lebih baik dan memudahkan penangan yang akan dilakukan. Penanganan pendahuluan dilakukan untuk mengelompokkan limbah sesuai jenisnya, pengurungan volume, dan pengurangan ukuran. Upaya daur ulang akan berhasil baik bila dilakukan pemilahan dan pemisahan komponen sampah mulai dari sumber sampai ke proses akhirnya. Upaya pemilahan sangat dianjurkan dan hendaknya diprioritaskan sehingga termasuk yang paling penting untuk didahulukan. Pemilahan yang dianjurkan adalah pola pemilahan yang dilakukan dari sumber atau asal sampah itu muncul, karena sampah yang baru muncul tersebut adalah sampah murni yang dapat berarti masih memiliki sifat awal yang belum terkontaminasi oleh sampah lain.
Semua pihak seharusnya sepakat bahwa 3R dinilai sangat bermanfaat, tetapi sampai saat ini upaya-upaya nyata belum terlihat, semua pihak harus telibat untuk perwujudannya, bukan hanya penghasil sampah. Manfaat dalam jangka panjang 3R adalah berkurangnya ketergantungan terhadap tempat pemrosesan akhir, meningkatknya efisiensi dan efektifitas penggunaan saran dan prasana terkait sampah, terciptanya peluang usaha bagi masyarakat, terciptanya jalinan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat/swasta dalam rangka menuju pelayanan sampah yang berkualitas, dan lebih terkendalinya dampak lingkungan tidak dikehendaki. Ada dua pendekatan untuk mengendalikan limbah padat. Yaitu menggunakan pendekatan proaktif dan pendekatan reaktif. Pendekatan proaktif adalah upaya agar dalam proses penggunaan bahan akan dihasilkan limbah yang seminimal mungkin, dengan tingkat bahaya yang serendah mungkin pula. Sedangkan pendekatan reaktif adalah penanganan limbah yang dilakukan setelah limbah timbul. Yang membedakan antara kedua pendekatan ini adalah pendekatan proaktif menangani di hulu timbulan sampah. Sedangkan pendekatan reaktif pendekatan yang menangani di hilir timbulan sampah. Seiring dengan perkembangan waktu pendekatan reaktif kemudian diperbaiki menjadi dan menjadi 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang sering kita dengar saat ini. Hal ini merupakan upaya untuk meminimalisasi sampah, usaha pengolahan atau pemusnahan sampah guna mengurangi dampaknya terhadap lingkungan. Bahkan dalam UU No. 18 tahun 2008 sendiri sudah mengenalkan prinsip 3R dalam pengurangan dan penanganan sampah.
Seharusnya dengan adanya prinsip 3R ini semua masyarakat dapat tersadarkan dan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebab hal ini jika dipraktekkan akan memiliki banyak manfaat guna mengurangi serta mencegah penumpukan sampah yang ada di sekitar kita. Namun hal tersebut tak luput dari kerjasama dari beberapa pihak seperti diri kita sendiri, pemerintah serta masyarakat. Maka dari itu marilah kita sedikit demi sedikit merubah kebiasaan kita agar lingkungan kita tetap terjaga hingga generasi-generasi selanjutnya.